1. Variasi Bahasa
Variasi secara sederhana dapat
diartikan sebagai suatu perbedaan atau keberanekaragaman. Namun secara lebih
rinci di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, variasi yaitu tindakan atau hasil
perubahan dari keadaan semula, selingan; bentuk yang lain, yang berbeda bentuk
(rupa); hiasan tambahan; bio perubahan rupa(bentuk) yang turun temurun pada
binatang yang disebabkan oleh perubahan lingkungan; wujud pelbagai manifestasi,
baik yang bersyarat maupun tidak bersyarat dari suatu satuan, konsep yang
mencakupi variabel dan varian. Variasi tidak hanya terjadi pada suatu barang
atau produk, tetapi variasi juga terjadi pada bahasa. Terjadinya variasi bahasa
tidak hanya disebabkan oleh para penuturnya yang tidak homogen, tetapi juga
karena kegiatan interaksi sosial yang mereka lakukan sangat berragam. Dalam hal
variasi terjadi dua pandangan yaitu:
a.
Variasi bahasa dilihat sebagai akibat adanya keragaman sosial penutur bahasa
dan keragaman fungsi bahasa itu.
b.
Variasi sudah ada untuk memenuhi fungsinya sebagai alat interaksi dalam
kegiatan masyarakat yang beraneka ragam.
Variasi
bahasa dibedakan berdasarkan:
1.1 Variasi dari Segi Penutur
Variasi bahasa pertama berdasarkan
penuturnya adalah variasi yang disebut idiolek yakni variasi bahasa yang
bersifat perseorangan. Menurut konsep ini, orang mempunyai variasi bahasanya
atau idioleknya masing-masing. Variasi idiolek yang paling dominan adalah warna
sehingga jika kita cukup akrab dengan seseorang hanya dengan mendengar suara
bicaranya tanpa melihat orangnya, kita dapat mengenalinya.
Variasi
bahasa kedua berdasarkan penuturnya adalah dialek yakni variasi bahasa dari
sekelompok penutur yang jumlahnya relatif, yang berada pada satu tempat,
wilayah atau area tertentu sehingga disebut dialek areal, dialek regional atau
dialek geografi. Bidang studi linguistik yang mempelajari dialek-dialek ini
adalah dialektologi yang di dalamnya berusaha membuat peta batas-batas dialek
dari bahasa yakni dengan cara membandingkan bentuk dan makna kosakata yang
digunakan dalam dialek itu.
Variasi
bahasa ketiga berdasarkan penutur yaitu kronolek atau dialek temporal yakni
variasi bahasa yang digunakan oleh kelompok sosial pada masa tertentu. Variasi
bahasa yang keempat berdasarkan penuturnya adalah sosiolek atau dialek sosial
yakni variasi bahasa yang berkenaan dengan status dan kelas sosial para
penuturnya. Sehubungan dengan variasi bahasa berkenaan dengan tingkat,
golongan, status dan kelas sosial para penuturnya maka muncul beberapa istilah
yaitu;
a.
Akrolek yaitu variasi sosial yang dianggap lebih tinggi atau lebih bergengsi
daripada variasi sosial lainnya.
b.
Basilek yaitu variasi sosial yang dianggap kurang bergengsi atau bahkan
dianggap rendah.
c.
Vulgar yaitu variasi sosial yang ciri-cirinya tampak pemakaian bahasa oleh
mereka yang kurang terpelajar.
d.
Slang yaitu variasi sosial yang bersifat khusus dan rahasia. Artinya variasi
ini digunakan oleh kalangan tertentu yang sangat terbatas dan tidak boleh
diketahui oleh kalangan di luar kelompok itu.
e.
Kolokial yaitu variasi sosial yang digunakan dalam percakapan sehari-hari.
f. Jargon yaitu variasi sosial yang digunakan
secara terbatas oleh kelompok-kelompok sosial tertentu.
g. Argot yaitu variasi sosial yang digunakan
secara terbatas pada profesi-profesi tertentu dan bersifat rahasia.
h. Ken yaitu variasi sosial yang bernada
memelas, dibuat merengek-rengek dan penuh dengan kepura-puraan.
1.2 Variasi dari Segi Pemakaian
Variasi
bahasa berkenaan dengan penggunaannya, pemakaiannya atau fungsinya disebut
fungsiolek, ragam atau register dan digunakan berdasarkan bidang penggunaan,
gaya atau tingkat keformalan serta sarana penggunaan.
Variasi
bahasa berdasarkan fungsi lazim disebut register dan biasanya dikaitkan dengan
masalah dialek. Kalau dialek berkenaan dengan bahasa itu digunakan oleh siapa,
dimana dan kapan, maka register berkenaan dengan masalah bahasa itu digunakan
untuk kegiatan apa.
1.3 Variasi dari Segi Keformalan
Berdasarkan
keformalannya, Martin Joos membagi variasi bahasa menjadi:
a.
Frozen yaitu gaya atau ragam baku karena pola dan kaidahnya sudah ditetapkan
secara mantap dan tidak boleh diubah.
b.
Formal yaitu gaya atau ragam resmi dan biasanya digunakan dalam situasi resmi.
Pola dan kaidahnya sudah ditetapkan secara mantap sebagai suatu standar.
c.
Konsultatif yaitu gaya atau ragam usaha dan biasa digunakan dalam pembicaraan
di sekolah dan rapat-rapat atau pembicaraan yang berorientasi kepada hasil atau
produksi.
d.
Casual yaitu gaya atau ragam santai dan digunakan dalam situasi tidak resmi.
e.
Intimate yaitu gaya atau ragam akrab dan biasa digunakan oleh penutur yang
hubungannya sangat akrab.
1.4 Variasi dari Segi Sarana
Variasi dari segi sarana dibedakan
menjadi ragam lisan dan ragam tulis atau juga dalam ragam berbahasa dengan
menggunakan sarana tertentu misalnya dalam bertelefon atau bertelegraf. Adanya
ragam bahasa lisan dan ragam bahasa tulis didasarkan pada kenyataan bahwa
bahasa lisan dan bahasa tulis memiliki wujud struktur yang tidak sama. Adanya
ketidaksamaan wujud struktur ini adalah karena dalam bahasa lisan dibantu oleh
unsur-unsur nonsegmental atau unsur nonlinguistik yang berrupa nada suara,
gerak-gerik tangan atau sejumlah gejala fisik lainnya. Lalu, sebagai gantinya
harus dieksplisitkan secara verbal.
2. Jenis Bahasa
Penjenisan bahasa secara
sosiolinguistik yaitu menjeniskan bahasa berkenaan dengan faktor-faktor
eksternal bahasa yaitu faktor sosiologis, politis dan kultural yang tentunya
tidak sama dengan penjenisan secara geneologis maupun tipologis yang
menjeniskan bahasa berkenaan dengan ciri-ciri internal bahasa itu.
2.1 Jenis Bahasa Berdasarkan Sosiologis
Penjenisan berdasarkan faktor
sosiologis artinya penjenisan ini tidak terbatas pada struktur internal bahasa
tetapi juga berdasarkan faktor sejarahnya, kaitannya dengan sistem linguistik
lain dan pewarisan dari generasi satu ke generasi berikutnya.
Stewart menggunakan empat dasar
untuk menjeniskan bahasa-bahasa secara sosiologis yaitu:
a.
Standardisasi atau pembakuan adalah adanya kondifikasi dan penerimaan terhadap
sebuah bahasa oleh masyarakat pemakai bahasa itu akan seperangkat kaidah atau
norma yang menentukan pemakaian bahasa yang benar. Jadi, standardisasi ini
mempersoalkan apakah sebuah bahasa memiliki kaidah-kaidah atau norma-norma yang
sudah dikondifikasikan atau tidak yang diterima oleh masyarakat tutur dan
merupakan dasar dalam pengajaran bahasa baik sebagai bahasa pertama maupun
bahasa kedua.
b.
Otonomi atau keotonomian yaitu bila sistem linguistik memiliki kemandirian
sistem yang tidak berkaitan dengan bahasa lain. Jadi, kalau dua sistem
linguistik atau lebih tidak mempunyai hubungan kesejarahan, maka berarti
keduanya memiliki keotonomian masing-masing.
c.
Historis atau kesejarahan yaitu bila diketahui atau dipercaya sebagai hasil
perkembangan yang normal pada masa yang lalu serta berkaitan dengan tradisi dan
etnik tertentu. Jadi, faktor historis mempersoalkan apakah sistem linguistik
itu tumbuh melalui pemakaian oleh kelompok etnik atau sosial tertentu atau
tidak.
d.
Vitalitas atau keterpakaian yaitu pemakaian sistem linguistik oleh suatu
masyarakat penutur asli yang tidak terisolasi. Jadi, unsur vitalitas ini
mempersoalkan apakah sistem linguistik tersebut memiliki penutur asli yang
masih menggunakan atau tidak.
Jenis bahasa vernakular menurut Pei
dan Gaynor adalah bahasa umum yang digunakan sehari-hari oleh satu bangsa atau
satu wilayah geografis, yang bisa dibedakan dari bahasa sastra yang dipakai
terutama di sekolah-sekolah dan dalam kesusastraan yang ditandai dengan
memiliki ciri otonomi, historis dan vitalitas tetapi tidak mempunyai
standardisasi.
Jenis bahasa yang disebut dialek
memiliki ciri vitalitas dan historisitas tetapi tidak memiliki ciri
standardisasi dan otonomi sebab keotonomian bahasa itu berada di bawah langue
bahasa induknya.
Bahasa
yang berjenis kreol hanya memiliki vasilitas, tidak memiliki ciri
standardisasi, otonomi dan historis. Pada mulanya sebuah kreol berasal dari
bahasa pijin yang dalam perkembangannya digunakan pada generasi berikutnya,
sebagai satu-satunya alat komunikasi vebal yang mereka kuasai.
Bahasa berjenis pijin tidak
memiliki keempat dasar penjenisan. Bahasa jenis ini terbentuk secara alami di
dalam suatu kontak sosial yang terjadi antara sejumlah penutur yang
masing-masing memiliki bahasa ibu. Sebuah pijin biasanya terjadi di kota-kota
pelabuhan tempat bertemunya pedagang dan pelaut dari berbagai bangsa dan atau
suku bangsa yang berlainan dengan bahasa ibunya. Pijin terbentuk sebagai bahasa
campuran dari bahasa pelaut dan pedagang itu, serta hanya digunakan sebagai
alat komunikasi di antara mereka yang berbahasa ibu berbeda itu.
2.2 Jenis Bahasa Berdasarkan Sikap Politik
Berdasarkan sikap politik atau
sosial politik, bahasa dibedakan menjadi:
a.
Bahasa nasional atau bahasa kebangsaan adalah kalau sistem linguistik itu
diangkat oleh suatu bangsa (dalam arti kenegaraan) sebagai salah satu identitas
kenasionalan bangsa itu.
b.
Bahasa negara adalah sebuah sistem linguistik yang secara resmi dalam
undang-undang dasar sebuah negara ditetapkan sebagai alat komunikasi resmi
kenegaraan. Artinya, segala urusan kenegaraan, administrasi kenegaraan dan
kegiatan-kegiatan kenegaraan dijalankan dengan menggunakan bahasa itu.
Pemilihan dan penetapan sebuah sistem linguistik menjadi bahasa negara biasanya
dikaitkan dengan keterpakaian bahasa itu yang sudah merata di seluruh wilayah
negara itu.
c.
Bahasa resmi adalah sebuah sistem linguistik yang ditetapkan untuk digunakan
dalam suatu pertemuan seperti seminar, konferensi, rapat dan sebagainya.
d.
Bahasa persatuan pengangkatannya dilakukan oleh suatu bangsa dalam rangka
perjuangan, di mana bangsa yang berjuang itu merupakan masyarakat yang
multilingual. Kebutuhan akan adanya sebuah bahasa persatuan adalah untuk
mengikat dan mempererat rasa persatuan sebagai satu kesatuan bangsa.
Dari
uraian di atas dapat dilihat bahwa bahasa nasional, bahasa negara, bahasa resmi
dan bahasa persatuan di Indonesia mengacu pada satu sistem linguistik yang sama
yaitu bahasa Indonesia.
2.3 Jenis Bahasa Berdasarkan Tahap Pemerolehan
Berdasarkan tahap pemerolehannya,
bahasa dapat dibedakan menjadi:
a.
Bahasa ibu lazim juga disebut bahasa pertama (disingkat B1) karena bahasa
itulah yang pertama-tama dipelajarinya dan terjadi di lingkungan keluarga.
b.
Bahasa kedua (disingkat B2) yaitu bahasa lain yang dipelajari setelah
memperoleh bahasa pertama.
c.
Bahasa ketiga (disingkat B3) yaitu bahasa lain yang dipelajari setelah
memperoleh bahsa kedua.
d.
Bahasa asing akan selalu merupakan bahasa kedua bagi seorang anak. Di samping
itu bahasa asing ini juga bersifat politis yaitu bahasa yang digunakan oleh
bangsa lain.
2.4 Lingua Franca
Lingua franca adalah sebuah sistem
linguistik yang digunakan sebagai alat komunikasi sementara oleh para
partisipan yang mempunyai bahasa ibu yang berbeda. Pemilihan satu sistem
linguistik menjadi sebuah lingua franca adalah berdasarkan adanya
kesalingpahaman di antara sesama mereka. Karena dasar pemilihan lingua franca
adalah keterpahaman atau kesalingpengertian dari para partisipan yang
digunakannya, maka bahasa apapun, baik sebuah langue, pijin maupun kreol dapat
menjadi sebuah lingua franca.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar